Selasa, 24 September 2013

niar ...............


niar ...............

16 February 2013 at 00:39
Saat lelah ku meradang kucoba baringkan semua beban gelisah dalam perjalanan yang kadang sedikit menguras keringat dan bahkan isi kantong, mencari dan selalu mencari terang meski gelap kadang mengakut dalam benak.
Sekian lama senyum itu hadir depan mata, namun kadang terindahkan angin yang selalu menggoda dengan iming-iming cinta yang kadang sulit untuk dimengerti dan dipahami dasar apa yang ada di dalamnya.

Dan saat senyum itupun hadir di depan mata,  bukan saatnya untuk diabaikan, satu janji satu cita tuk arungi luasnya hiduppun harus sesegera mungkin dilalui. Dan mungkin hidup di depanpun tidak semudah menghisap sebatang rokok yang mematika, tapi dengan bersama setinggi apapun puncak itu, sesulit apapun rintangannya perlahan demi perlahan terangpun akan bisa digapai.

Irisan masalalu menjadi bekal perjalanan yang baru, kini tidak sendiri, dua keinginan di padu untuk tiap perjalanan dari satu gunung ke gunung lainya dari satu rintangan ke rintangan lainya, bukan sekedar keindahan lagi yang dicari tapi suga yang menjadi titik pisat keindahan dalam kehidupan menjadi harapan dan tujuan yang paling utama.

Sedikit mengulas kebelakang saat pertanyaan terlantun dalam gerungan roda dua, terlantun sebuah petanyaan keseriusan dari hati saat ajakan pendakian kerintangan yang paling extreme mungkin bisa dibilang seperti itu …… itupun mungkin tergantung dari persepsi kebijakan otak masing-masing hehehe…..
Memang ajakan itu tak seperti  pujangga yang sedikit romantis  di warnai bunga-bunga kata yang kadang membingungkan pembacanya.

tapi sebuah pertanyaan yang menjurus bak tojokan ahi bela diri yang mematikan. Meski senyum indah itu tak telihat jelas, sedikit memerah terlihat dari kaca kecil roda dua itu…….. emmmmmm apalah artinya romantis jika komitmen tak terucap…. Itupun sedikit mengutip orang-orang bijak, tapi ntah bijak buat dirinya entah untuk orang.

Dua tiga hari terasa mimpi saat puncak itu terlampaui, tersadar saat lilitan di jari manis itu selalu menghiasi keseharian yang lelah, dan lelahpun serasa hilang saat melihat llitan di jari manis itu.  Sehari, dua hari, tiga hari terus di lalui perlahan mengerucut kedalam sebuah kepastian hidup.

Dan sampan pun mulai dibangun dengan karekter kayu yang berbeda tapi satu tujuan, dimana samudra yang luas bahkan mungkin bisa dibilang ganas untuk dilalui. Butuh satu kesabaran untuk membangun sampan yang kokoh dan kuat. Bak arsitek handal membangun sebuah gedung yang kuat jika gempa atau hujan yang selalu mengguyurnya tanpa ampun dan belas kasihan.

Kini tiap puncak dan pejalanan yang menguras keringat selalu di barengi senyum manis kesejukan di barengi hembusan angin yang selalu menyegarkan dalam setiap lelah yang dilalui

Dengan senyum keikhlasan sampanpun mulai terbetuk insyaallah  ……

Hanya bismilah dan doa-doa menjadi nyayian syahdu dalam keseharian tuk bisa segera mengarungi samudra itu……..


2 februari 2013


cahaya
cahaya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar